Sebuah Kisah Cinta Gus Dur kepada Ibu Shinta Nuriyah
Cerita ini merupakan kisah nyata yang dialami oleh Gus Dur
dan Ibu Shinta Nuriyah. Gus Dur muda dikenal sebagai pria pemalu. Ia lebih
memilih buku dan bola sebagai teman daripada harus berpacaran. Maka ketika ia
ditawari untuk kuliah di Mesir, ia di wanti-wanti oleh Pamannya, KH Fatah agar
sebaiknya ia mencari isteri dulu segera. “Soalnya, kalau nunggu pulang dari
luar negeri, kamu hanya akan mendapat wanita tua dan cerewet!” ucap Sang Paman.
Mendengar pesan Sang Paman yang sangat menyayanginya itu ia
gelagapan. Namun, setelah dipikir-pikir lagi pesan Pamannya tersebut masuk akal
juga bagi diri Gus Dur saat itu. Apalagi Sang Paman tidak hanya menganjurkan.
Tetapi juga membantu mencarikan calon. Lalu disodorkan nama Shinta Nuriyah,
yang pernah menjadi murid Gus Dur ketika menjadi Guru di Mua’llimat. Tanpa
membantah sepatah kata pun, dia mengiyakan pilihan Pamannya tersebut.
Sayangnya Shinta Nuriyah saat itu belum bersedia dipinang
lantaran ia baru saja trauma oleh salah seorang gurunya yang meminangnya ketika
ia baru berusia 13 tahun. Celakanya guru itu juga bernama Abdurrachman pula.
Maka ketika pertama kali ia menerima surat dari Gus Dur,
Nuriyah ogah-ogahan dan berkomentar, “Ah Abdurrachman lagi Abdurrachman lagi.”
. Namun keraguan Nuriyah berubah menjadi simpati ketika dalam sebuah suratnya
Gus Dur mengeluhkan bahwa ia tidak naik tingkat karena terlalu aktif di PPI
(Persatuan Pemuda Indonesia) di Mesir.
Maka lewat surat balasannya, Nuriyah-pun tersentuh dan
mencoba menghibur. “Masak manusia harus gagal dalam segala-galanya?” tulis
Nuriyah. “Gagal dalam studi, paling tidak berhasil dalam hal jodoh”. Begitu
menerima surat itu, Gus Dur – pun sangat bahagia dan langsung meminta Ibunya
untuk segera melamar Nuriyah. Kebetulan, sebentar lagi salah satu adik Gus Dur
juga akan menikah dan sungkan untuk melangkahi kakaknya.
Maka tanggal pernikahan pun disamakan, Pernikahan pun
direncanakan dilaksanakan di Tambak Beras – Jombang. Karena Gus Dur sedang di
Mesir maka terpaksa pernikahan dilakukan tanpa menghadirkan mempelai pria alias
in absentia.
Pihak keluarga meminta kakek Gus Dur dari garis Ibu, KH
Bisri Syansuri , yang berusia 68 tahun , untuk mewakili mempelia pria. Tak
pelak para hadirin kaget saat menyaksikan acara Ijab Kabul. Mereka merasa iba
pada Nuriyah. “Kasihan ya Si Nuriyah, suaminya tua banget”.
Maka sepulang sekolah dari Irak dan melanglangbuana di
eropa, aksi pertama yang dilakukan Gus Dur adalah mengulang proses akad
nikah, mereka menggelar resepsi betulan kali ini dengan mempelai pria yang asli
dan akhirnya mempelai pria tersebut kini benar-benar menjadi Guru Bangsa
Indonesia yang pluralis, demokrat, humanis dan juga jenaka.
Tidak ada komentar: