Sunan Kalijaga Spiritual Makrifat dan Mistik
Sunan
Kalijaga (Raden Syahid)
Sunan Kalijaga, alias Raden Syahid. Dia seorang
putra tumenggung. Tetapi dia tidak mau mewarisi kekuasaan dari ayahandanya.
Justru dia memilih menjadi pegiat spiritual Islam di Tanah Jawa, yang pada
akhirnya oleh Dewan Wali Sanga, dia diangkat sebagai salah satu anggotanya
untuk menggantikan Syekh Subakir yang kembali ke Persia. Namanya akrab di
telinga Islam Jawa. Dan, nyatanya dialah satu-satunya Wali yang bisa diterima
oleh berbagai pihak, baik oleh mutihan atau abangan, santri atau awam.
Ada sebuah doa bahasa Jawa yang masih diamalkan oleh
orang-orang Islam di Nusantara. Khasiat doa ini untuk menolak bala.
Menyingkirkan penyakit. Mengusir hama dan penyakit tanaman. Membebaskan diri
dari jeratan hutang. Bahkan untuk melindungi diri dalam pertempuran. Itulah doa
“Rumeksa ing Wengi”. Sebuah doa yang disusun oleh Sunan Kalijaga. Sunan pun
melakukan dakwah dengan pendekatan budaya. Mungkin Anda pernah mendengar
Gerebeg Mulud dan Sekaten. Itulah cara-cara Sunan Kalijaga untuk mengajak orang
lain masuk agama Islam.
Dalam Islam “wasilah” merupakan cara mendekatkan
diri kepada Tuhan. Cara yang ditempuh seseorang untuk sampai kepada-Nya. Namun,
bentuk wasilah itu diperdebatkan kebenarannya oleh para ulama. Sunan tak hendak
berdebat masalah teologi. Tapi dia memberikan contoh wasilah ala Jawa. Yang
jika dipelajari ternyata menyentuh hakikat keislaman. Sekaligus menanamkan rasa
cinta terhadap para nabi, sahabat dan keluarga Rasul. Sunah Rasul pun tidak
sesempit sebagaimana yang kita kenal selama ini. Bahkan diwujudkan secara
langsung dalam kehidupan sehari-hari secara nyata, misalnya penggunaan baju
takwa.
Diri manusia juga dikupas dengan sisi pandang yang
berbeda. Mungkin Anda pernah dengar “Sedulur papat kalima pancer”, saudara
empat yang pusatnya adalah Diri manusia. Itulah ajaran makrifat Islam. Di situ
keimanan dalam Islam bukan semata-mata dipandang sebagai kepercayaan, tapi oleh
Sunan diamalkan untuk membangkitkan Sang Pribadi. Agar dapat kembali dengan
sempurna ke Hadirat-Nya.
Syariat, tarekat, dan hakikat dirajut menjadi satu.
Dirajut menjadi makrifat dalam bentuk mistik Jawa. Sehingga agama tidak sekadar
menjadi formalitas kehidupan. Tapi menjadi bagian kehidupan itu sendiri. Mistik
dan makrifat yang umumnya dipandang sebagai klenik [dalam pengertian negatif],
oleh Sunan diolah menjadi ajaran yang bermakna bagi kehidupan. Selamatan pun
tak ketinggalan. Jika selama ini selamatan hanyalah tradisi yang tidak
diketahui maksudnya, maka dalam buku ini makna dari selamatan sehari hingga
seribu hari itu disajikan dengan bahasa yang sederhana. Karena hakikat
kebenaran itu satu. Maka, dengan satu ikatan yang benar, yang juga disebut
tauhid, itulah seseorang menghadap ke Hadirat Tuhannya.
Yang terakhir mengenai reinkarnasi atau dilahirkan
kembali. Banyak yang salah paham tentang ajaran ini. Dikiranya ajaran menitis
atau dilahirkan kembali itu pengaruh dari ajaran Hindu atau Buddha. Itulah
hikmah Islam yang diambil oleh Sunan. Hikmah yang ditemukan di Jawa.
Sebagaimana pesan Rasul, hikmah adalah barang orang mukmin yang hilang, maka
ambillah di manapun hikmah itu ditemukan! Memang benar, ajaran reinkarnasi itu
ada di Hindu dan Buddha. Tapi, sebelum kedua agama itu masuk Jawa, hikmah
tentang reinkarnasi itu sudah ada di ajaran Jawa. Oleh Sunan Kalijaga ajaran
reinkarnasi ini dipadukan dengan konsep kebangkitan dari Islam.
Tidak ada komentar: