Biodata BJ Habibie
Perjuangan BJ Habibie dari masa kecil hingga menjadi
Presiden Indonesia ketiga dilaluinya dengan keras dan penuh dengan perjuangan
yang panjang. Banyak Peran dan karya BJ Habibie bagi bangsa Indonesia khususnya
dalam bidang kedirgantaraan. Berikut profil dan biografi BJ Habibie dari masa
kecil hingga ia sukses hingga saat ini.
Biodata
BJ Habibie
Nama :
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie
Nama Panggilan : Rudy
Lahir : Pare-Pare, Sulawesi
Selatan, 25 Juni 1936
Lahir : Jakarta, 11 September 2019
Agama : Islam
Orang Tua : Alwi Abdul Jalil
Habibie (Ayah), RA. Tuti Marini Puspowardojo (Ibu).
Saudara Kandung : Junus Effendi
Habibie, Alwini Karsum Habibie, Satoto Mohammad Duhri Habibie, Sri Sulaksmi
Habibie, Sri Rahayu Fatima Habibie, Sri Rejeki Habibie, Ali Buntarman, Suyatim
Abdurrahman Habibie
Istri : Hasri Ainun Besari Habibie
Anak :Ilham Akbar, Thareq Kemal
Habibie dan Keluarga
B.J. Habibie merupakan anak keempat dari delapan
bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti
Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian yang
berasal dari etnis Gorontalo, sedangkan ibunya dari etnis Jawa.
Alwi Abdul Jalil Habibie (Ayah dari B.J.
Habibie) memiliki marga "Habibie", salah satu marga asli dalam
struktur sosial Pohala'a (Kerajaan dan Kekeluargaan) di Gorontalo.
Sementara itu, R.A. Tuti Marini Puspowardojo (Ibu dari B.J. Habibie) merupakan
anak seorang dokter spesialis mata di Jogjakarta, dan ayahnya yang bernama
Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.
Marga Habibie dicatat secara historis berasal dari
wilayah Kabila, sebuah daerah di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi
Gorontalo. Dari silsilah keluarga, kakek dari B.J. Habibie merupakan seorang
pemuka agama, anggota majelis peradilan agama serta salah satu pemangku adat
Gorontalo yang tersohor pada saat itu. Keluarga besar Habibie di
Gorontalo terkenal gemar beternak sapi, memiliki kuda dalam jumlah yang banyak,
serta memiliki perkebunan kopi. Sewaktu kecil, Habibie pernah berkunjung ke
Gorontalo untuk mengikuti proses khitanan dan upacara adat yang dilakukan
sesuai syariat islam dan adat istiadat Gorontalo.
Pernikahan
Pada awalnya, kisah cinta antara Habibie dan Ainun
bermula sejak masih remaja, ketika keduanya masih duduk di bangku Sekolah
Menengah Pertama. Namun, keduanya baru saling memperhatikan ketika sama-sama
bersekolah di SMA Kristen Dago Bandung, Jawa Barat. Komunikasi mereka
akhirnya terputus setelah Habibie melanjutkan kuliah dan bekerja di Jerman,
sementara Ainun tetap di Indonesia dan berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada
tanggal 12 Mei 1962 di Rangga Malela, Bandung. Akad nikah Habibie dan Ainun
digelar secara adat dan budaya Jawa, sedangkan resepsi pernikahan digelar
keesokan harinya dengan adat dan budaya Gorontalo di Hotel Preanger.
Ketika menikah dengan Habibie, Ainun dihadapkan dengan dua pilihan, memilih
untuk tetap bekerja di rumah sakit anak-anak di Hamburg atau berperan serta
berkarya di belakang layar sebagai istri dan ibu rumah tangga. Setelah
berdiskusi dengan Habibie, Ainun pun akhirnya memilih opsi yang kedua. Dari
pernikahan keduanya, Habibie dan Ainun dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham
Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Pendidikan
B. J. Habibie pernah menuntut ilmu di Sekolah
Menengah Atas Kristen Dago. Habibie kemudian belajar tentang keilmuan
teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang Institut
Teknologi Bandung) pada tahun 1954. Pada 1955–1965, Habibie melanjutkan
studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang,
di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan
gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa
cum laude.
Pekerjaan
dan Karier
Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm,
sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman. Pada
tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Soeharto.
Habibie kemudian menjabat sebagai Menteri
Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Gebrakan B.
J. Habibie saat menjabat Menristek diawalinya dengan keinginannya untuk
mengimplementasikan "Visi Indonesia". Menurut Habibie,
lompatan-lompatan Indonesia dalam "Visi Indonesia" bertumpu pada
riset dan teknologi, khususnya pula dalam industri strategis yang dikelola oleh
PT. IPTN, PINDAD, dan PT. PAL. Targetnya, Indonesia sebagai negara agraris
dapat melompat langsung menjadi negara Industri dengan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Sementara itu, ketika menjabat sebagai Menristek,
Habibie juga terpilih sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
yang pertama. Habibie terpilih secara aklamasi menjadi Ketua ICMI pada tanggal
7 Desember 1990.
Puncak karir Habibie terjadi pada tahun 1998, dimana
saat itu ia diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia (21 Mei 1998 – 20
Oktober 1999), setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden ke-7
(menjabat sejak 14 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998) dalam Kabinet
Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto.
Tanah
Kelahiran
B.J. Habibie dilahirkan di salah satu kota tua di
Sulawesi Selatan, yaitu Kota Pare Pare. Kota Pare Pare merupakan tempat tinggal
Habibie sewaktu kecil bersama kedua orang tuanya. Karena kenangannya yang
begitu erat di daerah ini, maka pemerintah daerah pun begitu tinggi
mengapresiasi sosok Habibie sebagai tokoh kebanggaan Pare Pare yang diwujudkan
dalam beberapa kebijakan pemerintah, diantaranya:
·
Pembangunan Monumen Cinta Ainun Habibie
di Pare Pare
·
Pembangunan Rumah Sakit Daerah Ainun
Habibie di Pare Pare
·
Penggunaan nama B.J. Habibie sebagai
nama ruas jalan protokol di Pare Pare
·
Usulan Pendirian Institut Teknologi
Habibie di Pare Pare
Album Foto Kenangan :
Tidak ada komentar: